Pages

Sunday, July 15, 2012

Gak nyangka!


     Setelah tamat S1 dan setahun menganggur, akhirnya orang tua gue nyuruh gue untuk melanjutkan pendidikan di jenjang S2. Ortu gue lebih senang kalo gue jadi dosen. Sekarang ini, jadi dosen gak gampang. Ijazah S1 dan pengetahuan yang  minim belom cukup untuk menjadikan gue tampil di depan kelas menghadapi para mahasiswa. Istilahnya, “bagai jeruk makan jeruk”. Sadar Ya! Barangkali lo juga lebih bego daripada mahasiswa bego! OK GUE SADAR!
     Gue kudu ngambil S2. Dan gue harus berjuang untuk ngedapetin satu bangku di Universitas X. Universitas X memiliki daya pikat yang tinggi bagi para pelamarnya. Termasuk gue, salah satu lulusan kacangan.
     Gue dan salah satu temen seperguruan dulu di Universitas Y, Rosalinda berjuang keras untuk menjadi salah dua (bukan salah satu lagi, ini Jamak!) lebah yang beruntung untuk dapat menikmati manisnya bunga itu.
Setelah ribet dalam memasukkan berkasnya, Gue, Rosalinda dan beratus pelamar harus menghadapi serangkaian tes. Untuk program studi gue, ada 4 tes yang harus dilalui. TPA, TOEFL, Tes tertulis dan Wawancara. Gue dan Rosalinda belajar mati-matian (Untungnya gak mati :D).
     Setelah beberapa kali ikut TPA dan TOEFL, skor gue akhirnya bisa lebih dari cukup. (keliatan ya kalo gue bodoh?! (=,=”)). Begitu pula Rosalinda (Maksudnya dapet skor lebih dari cukup, gak usah bodohnya. Baiknya gue) *siap-siap minta upah kebaikan pada Rosalinda*
    Tes Tertulis dan Wawancara pun akhirnya datang. Saat itu gue gugup banget. Takutnya apa yang gue pelajari gak keluar. Kali ini gue gak bisa open note, open book, apalagi nengok kanan-kiri-depan-belakang. Percuma, karena jarak antarmeja peserta jauh, dan mereka bukan temen-temen yang gue kenal. Malu-maluin aja!
     Gue terpaksa berjuang sendiri mencari jawaban yang terseimpan di dalam otak. Dengan susah payah jawabannya muncul di kertas ujian gue. Semuanya gak mengalir lancar 100% tertulis di atas kertas. Gue tertatih-tatih dalam menyusun jawaban yang pas dan jelas. Kertas jawaban penuh coretan. Ahh.. untungnya coretannya tak separah anak-anak yang baru belajar menulis. Bisa-bisa gue langsung disuruh balik ke TK lagi (=,=”). Dari delapan soal, ada satu soal yang membuat gue tiba-tiba jadi manusia paling bego. Otak gue bahkan gak mampu memikirkannya. Mungkin pertanyaannya sama seperti pertanyaan terakhir dalam mendapatkan 1 Milyar di kuis Who Wants To Be A Milyarder. Susah banget. SUMPAH! Makanya kalo ada yang nanya ‘gimana tes tertulis tadi?’ Gue langsung setres dan muncul semacam perasaan takut untuk mengingatnya lagi (T.T).
     Saatnya Wawancara. Gue mulai gemetaran. Rasanya seperti jantung mau copot. Perasaan campur aduk. Takutnya gue salah jawab, dan gugur. Sebelumnya gue udah mengantisipasi pertanyaan yang bakal dilontarkan pe-wawancara. Antisipasi gue terlalu jauh. Ternyata gue hanya ditanyai pertanyaan standar yang bahkan lidah gue pun bisa bekerja sendiri tanpa perlu ada campur tangan otak. :D
      Setelah perjuangan panjang, kami berdua berkesampatan menimba ilmu magister di universitas tersebut. Alhamdulillah… semua berkatNya.
     Gue bener-bener gak nyangka banget. Disamping kerja keras, gue yakin banyak yang ngedoain gue, thanks all :’) Ke depannya gue bakalan berusaha untuk menjadi lulusan yang gak kacangan lagi.

0 comments:

Post a Comment