Sunday, July 15, 2012
Setelah
tamat S1 dan setahun menganggur, akhirnya orang tua gue nyuruh gue untuk
melanjutkan pendidikan di jenjang S2. Ortu gue lebih senang kalo gue jadi
dosen. Sekarang ini, jadi dosen gak gampang. Ijazah S1 dan pengetahuan
yang minim belom cukup untuk menjadikan
gue tampil di depan kelas menghadapi para mahasiswa. Istilahnya, “bagai jeruk makan jeruk”. Sadar Ya!
Barangkali lo juga lebih bego daripada mahasiswa bego! OK GUE SADAR!
Gue
kudu ngambil S2. Dan gue harus berjuang untuk ngedapetin satu bangku di
Universitas X. Universitas X memiliki daya pikat yang tinggi bagi para
pelamarnya. Termasuk gue, salah satu lulusan kacangan.
Gue dan
salah satu temen seperguruan dulu di Universitas Y, Rosalinda berjuang keras
untuk menjadi salah dua (bukan salah satu lagi, ini Jamak!) lebah yang
beruntung untuk dapat menikmati manisnya bunga itu.
Setelah
ribet dalam memasukkan berkasnya, Gue, Rosalinda dan beratus pelamar harus
menghadapi serangkaian tes. Untuk program studi gue, ada 4 tes yang harus
dilalui. TPA, TOEFL, Tes tertulis dan Wawancara. Gue dan Rosalinda belajar
mati-matian (Untungnya gak mati :D).
Setelah
beberapa kali ikut TPA dan TOEFL, skor gue akhirnya bisa lebih dari cukup.
(keliatan ya kalo gue bodoh?! (=,=”)). Begitu pula Rosalinda (Maksudnya dapet
skor lebih dari cukup, gak usah bodohnya. Baiknya gue) *siap-siap minta upah
kebaikan pada Rosalinda*
Tes
Tertulis dan Wawancara pun akhirnya datang. Saat itu gue gugup banget. Takutnya
apa yang gue pelajari gak keluar. Kali ini gue gak bisa open note, open book,
apalagi nengok kanan-kiri-depan-belakang. Percuma, karena jarak antarmeja
peserta jauh, dan mereka bukan temen-temen yang gue kenal. Malu-maluin aja!
Gue
terpaksa berjuang sendiri mencari jawaban yang terseimpan di dalam otak. Dengan
susah payah jawabannya muncul di kertas ujian gue. Semuanya gak mengalir lancar
100% tertulis di atas kertas. Gue tertatih-tatih dalam menyusun jawaban yang
pas dan jelas. Kertas jawaban penuh coretan. Ahh.. untungnya coretannya tak
separah anak-anak yang baru belajar menulis. Bisa-bisa gue langsung disuruh
balik ke TK lagi (=,=”). Dari delapan soal, ada satu soal yang membuat gue
tiba-tiba jadi manusia paling bego. Otak gue bahkan gak mampu memikirkannya.
Mungkin pertanyaannya sama seperti pertanyaan terakhir dalam mendapatkan 1 Milyar di
kuis Who Wants To Be A Milyarder.
Susah banget. SUMPAH! Makanya kalo ada yang nanya ‘gimana tes tertulis tadi?’
Gue langsung setres dan muncul semacam perasaan takut untuk mengingatnya lagi (T.T).
Saatnya
Wawancara. Gue mulai gemetaran. Rasanya seperti jantung mau copot. Perasaan
campur aduk. Takutnya gue salah jawab, dan gugur. Sebelumnya gue udah
mengantisipasi pertanyaan yang bakal dilontarkan pe-wawancara. Antisipasi gue
terlalu jauh. Ternyata gue hanya ditanyai pertanyaan standar yang bahkan lidah
gue pun bisa bekerja sendiri tanpa perlu ada campur tangan otak. :D
Setelah
perjuangan panjang, kami berdua berkesampatan menimba ilmu magister di
universitas tersebut. Alhamdulillah…
semua berkatNya.
Gue
bener-bener gak nyangka banget. Disamping kerja keras, gue yakin banyak yang
ngedoain gue, thanks all :’) Ke
depannya gue bakalan berusaha untuk menjadi lulusan yang gak kacangan lagi.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment